Suatu Saat di
Kota Tua
oleh Andri Rusly
Kenanglah Aku-nya
Naff sudah sampai ke reffnya. Tapi Aku masih saja menulis surat yang
gagal berkali-kali. “Duh, susahnya bikin surat untuk cewek yang satu ini!” aku
mengeluh. Sebenarnya Aku paling gak suka ada cowok yang menyukai cewek pake
surat-suratan segala. Gak jamannya lagi. Itu juga nasehatku pada teman-temanku.
Tapi kali ini aku seperti terkena bumerangku sendiri. Ah, sebodo amat. Cuek.
Aku coba lagi, sret…sret….sret! dan salah lagi. Pikiranku jadi kacau. Ku
sobek-sobek kertas surat berparfum itu. Bret! Bret! Bret!. Beres matikan tape
lalu pergi keluar kamar!
Pikiranku
masih terus liar. Rasanya Rere dah merubah semua kebiasaanku. Gimana enggak,
mulai dari senyum, sorot mata dan banyak lagi. Pokoknya semua mua yang ada
dalam diri Rere bagai sentuh magic yang gak ada di bengkel manapun. Luar
biasa!. Tapi rasanya koq Aku dihinggapi rasa takut yang amat sangat. Takut
kehilangan Rere dan takut ….Rere gak menyukaiku. Ah, parah banget ! “Kayaknya
sih Tiara suka ma gue” gitu batinku menghibur.
“To, tolongin
gue dong?” pintaku sesampai di rumah Yanto.
“Minta tolong
pa’an? Tumben-tumbenan elo minta tolong ma gue” kata Yanto.
“Gue lagi
jatuh cinta”
“Jiaaa…ma
siapa? Aneh banget elo kena virus kayak gini” Yanto terus meledekku. Aku
mulai jengkel.
“Nih serius,
urusan dunia akherat”
“Huu…segitu
jauhnya sampai ke akherat”
“Ya iyalah…”
Aku membela diri. Yanto akhirnya manggut-manggut kayak dukun abis ngedengerin
keluhan pasiennya. Dan….
“Siapa sih
cewek yang elo maksud?” tanya Yanto. Aku mulai menggeser dudukku mendekati
Yanto, kemudian kudekati telinga Yanto.
“Cewek itu
namanya Rere…?” bisikku ke telinganya. Yanto terkejut.
“Kenapa, To?”
tanyaku menyelidik.
“Ah, enggak,
gak papa”
Jawaban Yanto
membuat aku bertanya-tanya. Aku mendesak Yanto tapi ia cuma bilang gak papa.
“Ok, deh”
Yanto mengalihkan kecurigaanku. Nanti gue datengin dulu Rere dan bicara empat
mata ma dia. Gimana?”
“Terserah elo
gimana caranya”
“Ok, teman.
Elo tunggu khabar dari gue ya?”
Kami
berpisah. Tinggal Yanto sendirian. Mulai deh pikirannya kacau. Entah
kenapa sekarang malah Yanto yang kacau. Bingung. Pasti kenapa kenapa nih….?
Benar,
janjinya ditepati. Yanto bilang bahwa Rere mau ketemuan di Kota Tua. Duh, aku
senang banget. Aku mulai salah tingkah. Sambil terbungkuk-bungkuk….”Makasih To,
makasih To, elo mang sahabat gue yang paling baik” aku puji Yanto abis-abisan.
Yanto cuma tersenyum. Lalu aku mohon pamit pulang. Langkahku semangat
kemerdekaan. Sesampainya di rumah aku langsung bunyikan MP3-ku, mengalunlah Kenanglah
Aku-nya Naff.
Waktu yang
dijanjikan sudah tiba. Perasaanku gak karuan. Rasanya ramai. Aku harus sudah
siap ketemu Rere di Kota Tua. Ah, benar-benar gak bisa diatur nih detak
jantungku. Dang dang tut! Dang dang tut! Bunyi jantungku (aneh!).
Aku melihat
Rere dari kejauhan. Duh, itu dia Rere sedang duduk menunggu di kursi Taman
Fatahila.
“Hmm…dari jauh
aja sudah kelihatan cantik…” Aku memuji dalam hati sambil mendekati ke arah
Rere.
“Hai” sapaku
“Hai juga”
balas Rere
“Dah lama
nunggu ya?”
“Belum juga
sih”
Lalu kami
saling bertatapan. Senyum Rere mengembang. begitu juga senyumku. Mirip iklan
pasta gigi. Oh, My God, itu senyum Rere yang selalu kuimpikan.
“Rere…,
sebenarnya aku…aku…” kataku terbata-bata. Nervous.
“Rere dah tau
koq apa yang mau kamu katakan”
“Lho, dari
Yanto, ya?”
Rere mengangguk.
“Terus kamunya
gimana ma aku?” Aku menyelidik penasaran.
Rere terdiam.
Ada seribu beban yang menindih pikiran Rere entahlah koq tiba-tiba aja Rere
punya rasa bersalah terhadapku.
“Andre,
sebenarnya…..” Rere nggak sampai hati coba menjelaskan padaku.
“Ada apa Re?
kamu sayang ma aku atau …?”
“Yanto, teman
kamu…Oh…” Rere menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Kenapa dengan
Yanto ? ngomong dong!” aku mendesak.
“Rere udah
lama…dah lama pacaran ma Yanto”
“What?” Aku
kagetnya minta ampun. Petir telah menyambar jantungku. Hampir berhenti
berdetak!.
Rere nggak
berani menatap wajahku. Ia sembunyikan wajahnya di telapak tangannya.
“Jadi Yanto
pacar kamu?” tanyaku bodoh. Rere mengangguk lemah.
Se
Sekali
lagi aku cuma bisa memandang
Rere. Kali ini pandanganku begitu dalam. Langsung
ke pusat sasaran yaitu jantungnya. Terasa tubuh Rere bergetar
hebat. Ia sembunyikan wajahnya di balik
rambutnya. Aku genggam jemarinya. Erat sekali. Diam. Sepi. Cuma hati yang
bicara.
“Terus
kenapa kamu mau bertemu
denganku?” suaraku memecah kesunyian.
“Yanto
yang menyuruhku. Dia gak mau ngecewain kamu, meski pun… meskipun…” Rere
menghentikan omongannya. Ia pandang wajahku.
“Meskipun aku
berat meninggalkan Yanto”
Seribu rupa
kini perasaanku. Aku berusaha mengendalikan perasaanku.
“Re”
panggilku. Rere menoleh. Hmm, wajah itu. Wajah yang selalu menari-nari di mata
ku. Wajah yang selalu menggodaku setiap hari.
“Kembalilah ke
Yantomu. Aku bahagia melihat kamu bahagia”
Rere menangis.
Digenggamnya tanganku. Dikecupnya telapak tanganku.
“Semoga kamu
mendapatkan yang lebih dari aku, ya” Rere berusaha menenangkan perasaanku.
“Kamu harus ingat Ndre, setitik kasih membuat kita sayang. Seucap kata membuat
kita percaya. Sekecil luka membuat kita kecewa. Namun hanya satu yang ingin aku
kau tau bahwa rasa sayangku akan selalu ada untukmu”
Aku berusaha tersenyum. Tapi batinku
protes, “Gak ada yang lebih baik dari kamu, Re”
Suasana Kota
Tua begitu ramai. Tapi batinku sepi. Lebih sepi lagi saat tubuh Rere hilang
dari pandanganku. “Kamulah segalanya Re. Gak ada yang bisa ngebandingin kamu.
Terlalu sempurna. Sebenarnya aku mau genggam tanganmu agar kau tak jauh dariku.
Aku mau terus memeluk tubuhmu agar kau tak hentinya hangatkanku. Dan aku mau
terus menciummu agar kau kan tetap mengingatku. Tapi…ah, semuanya tak diijinkan
oleh waktu” Aku terus membatin. Seolah gak percaya apa yang baru kualami. Benar
juga cinta adalah derita yang istimewa dan membahagiakan, barangsiapa
memilikinya dalam hati akan mengetahui rahasia cinta.Kenanglah aku sepanjang
hidupmu, Re….
Aku seperti melihat
suara …
tak bisa kusapa
tak mampu kutanya
Padahal angin telah
membantuku
terbangkan asa
pulihkan rasa
Ah, pada kamulah
semua sabda bertahta
Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/05/cerpen-romantis-suatu-saat-di-kota-tua.html#ixzz1xEE3HyLz
0 komentar:
Posting Komentar